Breaking News

Merangkap Jabatan Pemerintahan Disorot, Otto Hasibuan Diminta Taat Konstitusi

 

Jakarta, Detikxpose.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang Advokat kembali menjadi sorotan publik, terutama menyangkut integritas profesi hukum di Indonesia. Aktivis hukum sekaligus pendiri PILAR, Hotman Samosir, S.H., secara lantang meminta agar seluruh pihak segera tunduk pada amar putusan MK Nomor 183/PUU-XXII/2024, termasuk organisasi advokat yang dipimpin tokoh-tokoh berstatus pejabat negara.

Desakan paling keras dilayangkan Hotman kepada Prof. Otto Hasibuan, Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang saat ini juga menduduki kursi Wakil Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi. Menurut Hotman, posisi rangkap jabatan tersebut telah melanggar prinsip etika dan ketentuan konstitusional sebagaimana dikuatkan oleh MK.

“Tidak mungkin seseorang bisa menjaga netralitas organisasi advokat bila sekaligus menjadi pejabat di pemerintahan. Itu tidak hanya melanggar etika profesi, tapi juga menabrak prinsip negara hukum,” kata Hotman saat diwawancarai media, Rabu (31/7).

Ia menegaskan bahwa pejabat publik, apalagi yang berlatar belakang hukum, tidak boleh menunda-nunda pelaksanaan putusan pengadilan yang sifatnya final dan mengikat. Menurutnya, Otto Hasibuan mesti segera mengambil keputusan tegas, mundur atau diundurkan dari jabatan ketua organisasi atau dari posisi wakil menteri.

“Putusan MK sangat jelas. Tidak ada ruang tafsir lagi. Kalau Otto Hasibuan tidak segera mengundurkan diri dari salah satunya, maka dia sedang mempertontonkan pembangkangan konstitusional,” tegas Hotman.

Aktivis tersebut juga mengingatkan bahwa organisasi advokat bukanlah alat kekuasaan. Ia mengecam praktik rangkap jabatan yang justru memperlemah independensi profesi advokat sebagai bagian dari sistem peradilan yang seharusnya mengontrol kekuasaan, bukan justru menjadi bagian darinya.

“Bagaimana mungkin organisasi yang seharusnya bisa bersuara kritis justru diketuai oleh pejabat negara? Ini kontradiktif dan membahayakan,” ujarnya.

Putusan MK yang dikutip Hotman berasal dari pengujian atas Pasal 28 ayat (3) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebelumnya, pasal itu hanya membatasi rangkap jabatan dengan kepemimpinan partai politik. Namun dengan putusan terbaru, MK memperluas batasan tersebut agar mencakup juga jabatan negara.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional bersyarat apabila tidak dimaknai bahwa pimpinan organisasi advokat harus nonaktif bila ditunjuk sebagai pejabat negara. Hakim Konstitusi, Arsul Sani, Rabu (30/7), menegaskan bahwa aturan ini dibuat untuk mencegah konflik kepentingan dan menjamin kesetaraan penegak hukum di Indonesia.

Hotman Samosir juga menyoroti minimnya respons dari pemerintah maupun Otto Hasibuan usai keluarnya putusan. Menurutnya, hal itu mencerminkan sikap tidak menghormati supremasi hukum dan justru mencederai semangat reformasi hukum yang digaungkan selama ini.

“Ini bukan hanya soal legalitas, tetapi soal moralitas. Jika ketua organisasi hukum sendiri enggan mematuhi konstitusi, lalu bagaimana masyarakat bisa percaya pada sistem hukum kita?” kritiknya.

Ia meminta adanya inisiatif dari lembaga-lembaga lain seperti Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, maupun Komisi Yudisial untuk mendorong implementasi putusan ini dalam bentuk regulasi pelaksana atau pedoman etik organisasi advokat.

“Organisasi advokat tidak boleh jadi arena politik elite. Kita bicara soal marwah officium nobile, martabat profesi mulia. Jangan dihancurkan demi kepentingan pribadi,” tambahnya.

Hotman bahkan menyebut ketidaktaatan terhadap putusan MK ini bisa memicu demoralisasi di kalangan advokat muda, yang selama ini menaruh harapan besar pada reformasi sistem hukum nasional.

“Kalau yang di atas tidak beri contoh, maka yang di bawah pun akan mengabaikan aturan. Ini berbahaya bagi masa depan profesi hukum,” ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, uji materi terhadap Pasal 28 ayat (3) UU Advokat ini diajukan oleh advokat Andri Darmawan, S.H., M.H., yang menilai bahwa aturan tersebut diskriminatif dan tidak cukup kuat mencegah rangkap jabatan. Ia menggugat pasal itu karena dinilai tidak setara dengan aturan bagi penegak hukum lain seperti jaksa dan hakim yang dilarang menduduki jabatan eksekutif atau politik.

Putusan MK ini dipandang sebagai tonggak penting dalam upaya mewujudkan organisasi advokat yang benar-benar profesional dan bebas dari campur tangan politik. Namun, keberhasilan pelaksanaannya kini berada di tangan para elite profesi hukum dan pejabat yang bersangkutan.

“Jika putusan ini dibiarkan mandek di atas kertas, maka kita gagal menjaga integritas profesi hukum. Otto Hasibuan harus menjadi contoh, bukan pengecualian,” Ungkap Hotman Samosir.

© Copyright 2022 - Detik Xpose